Kamis, 10 Oktober 2013

Untitled 3

Dinda keluar dari ruangan dokter itu dengan wajah sangat merana. Ia tak menyangka akan mengalami hal serupa dengan Dina. Ia menggenggam erat hasil ronsennya itu. Dokter tadi memberiknnya resep obat untuk sekedar menghilangkan rasa nyeri di kepalanya sewaktu-waktu. Tapi Dinda tak menuju ke apotik rumah sakit itu, ia memilih pulang. Persetan dengan kanker, ikirnya. Ia yakin ia tak mungkin menderita penyakit itu.
                Tiba di rumah, masih dengan perasaan campur aduk, ia melemparkan tas dan hasil ronsennya di ruang tamu lalu pergi begitu saja. Dinda memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Malam itu ia pergi ke taman yg ada di dekat komplek rumahnya. Disana banyak sekali trailer yg lewat. Ia telah yakin dengan keputusannya untuk mengakhiri hidupnya. Tapi Dinda tak sadar bahwa Aldi mengikutinya dari belakang.
                Aldi melihat Dinda pulang dengan wajah yg sangat uring-uringan. Tak lama Aldi mendengar suara debaman pintu dan melihat Dinda berlari menuju jalan raya yg penuh trailer itu. Wajah Dinda sangat gusar. Aldi tak tahu apa yg sedang terjadi dengan gadis itu. Itulah mengapa Aldi memutuskan untuk mengikutinya saja. Dan betapa agetnya ketika menyadari Dinda berdiri di tenga jalan raya besar itu sambil merentangkan kedua tangannya dengan keadaan mata tertutup. Aldi tak tinggal diam. Ia langsung mendorong tubuh Dinda ke trotoar di pinggir jalan. Namun Aldi mendapati Dinda dalam keadaan sudah pingsan. Aldi un menggotong tubuh Dinda menuju rumah gadis itu.
                Mama dan seluruh keluarga sangat panik ketika melihat Dinda digotong oleh Aldi dalam keadaan pingsan. Aldi pun menceritakan kronologi kejadiannya. Ternyata mama memang sempat mendengar suara debam pintu. Ketika menuju ruang tamu, ia tak melihat siapapun kecuali tas Dinda dan sebuah amplop coklat dengan nama sebuah rumah sakit. Mama pun sangat kaget ketika melihat bahwa isi amplop itu adala hasil ronsen kepala dan terdapat benjolan di dalam ronsen itu. Dinda pasti sangat shock dengan hasil ronsen itu.
                Esok paginya, Dinda bangun dengan kepala yg sangat sakit. Ia berada di dalam kamarnya.
                “ini kenapa surganya mirip kamarku ya?” gumam Dinda pelan. Tak lama mamanya masuk ke dalam kamar dengan membawa makanan.
                “kamu sudah sadar? Gimana? Enakan?” Tanya mama.
                “kok bidadarinya mirip mamaku ya?” gumam Dinda lagi.
                “saying kamu masih hidup, kamu selamat. Berterima kasihlah sama Aldi yg udah nyelamatin kamu.”
                “ha? Dinda selamat?”
`               “iya. Mama tau apa penyebab kamu ingin mati. Pasti hasil ronsen itu kan? Kenapa kamu gak cerita sama mama? Biar kita periksa sama-sama sayang,” kata mama sambil merengkuh Dinda.
                “Dinda takut. Dinda gak mau bikin mama kecewa juga. Sehabis Dinda pusing tempo hari, Dinda mimisan. Makanya Dinda langsung ke rumah sakit besoknya buat periksa. Ternyata hasilnya sama sekali tak memuaskan.” Kata Dinda dengan linangan air mata.
                “sudah jangan nangis. Kita hadapin sama-sama ya. Papa sudah menuju ke Surabaya. Nanti sama papa juga mau diobatin. Kamu gak usah takut.” Mama kembali merengkuh Dinda.
                Tak lama setelah itu, kakak Dinda berteriak dari bawah bahwa ada pihak dari rumah sakit kesini mengirim sebuah amplop. Dinda dan mamanya pun bergegas turun ke bawah untuk melihat apa yg di bawa oleh pihak rumah sakit itu. Tiba di bawah, mama dan Dinda melihat seorang pria berpakaian serba putih dengan label rumah sakit di bagian dadanya.
                “ini ma orangnya mau ngejelasin sesuatu buat Dinda,” kakak Dinda angkat bicara.
                “silahkan duduk, pak,” mama mempersilahkan.
                “mohon maaf sebelumnya bu, hasil ronsen yg diterima Dinda ternyata tertukar oleh pasien lain. Waktu itu  memang sempat ada masalah karena pertukaran loker dokter. Dan hasil ronsen Dinda tertukar oleh Dokter yg lain yg menangani pasien yg terkena kanker itu. Namanya sama-sama Dinda, hanya beda nama lengkapnya saja. Dinda anak ibu waktu itu memberi nama lengkapnya, namun pasien yg satunya tak memberi serta nama lengkap. Kami dari pihak rumah sakit dengan segenap rasa memohon maaf yg sebesar-besarnya atas keteledoran kami,” jelas pria itu sambil memberi sebuah amplop coklat yg isinya hasil ronsen kepala Dinda yg sesungguhnya. Hasil ronsen itu sangat bersih, dalam artian tak ada bundaran-bundaran kecil di otaknya seperti hasil ronsen yg diterimanya kemarin. Oleh karena itu Dinda sangat bersyukur sekali karena ia tak perlu menghadapi cobaan seberat yg Dina alami. Nasibnya tak ‘semalang’ Dina.
                “kata dokter, anda hanya pusing biasa yg disebabkan karena anemia yg lumayan parah. Namun dapat diatasi bila anda banyak meminum air dan makan makanan yg dapat membantu memproduksi darah putih anda lebih banyak. Soal mimisan itu hanya hal kecil biasa yg bisa dialami oleh siapa saja, bisa dikarenakan kecapekan ataupun kekurangan darah putih yg menyebabkan darah merah terus keluar karena tak ada darah putih yg menopangnya,” jelas pria ‘utusan’ dari rumah sakit itu.
                Usai meminta maaf sekali lagi, pria dari rumah sakit itu pamit pulang, setelah Dinda mengembalikan hasil ronsen yg tertukar itu. Dinda menatap mama yg menatapnya balik,lalu beberapa detik kemudian, Dinda sudah menghambur ke pelukan mamanya. Ia menangis terharu. Memang tak ada seorangpun yg dapat mengetahui kapan mereka meninggal, tapi setidaknya Dinda tak perlu khawatir untuk mengalami kesakitan itu dan tak perlu mengeluarkan biayanya untuk penyakit itu.
                Dan bisa dipastika pasien satunya yg juga bernama Dinda itu pasti sangat terpukul dan kecewa sekali mengetahui hasil ronsennya tertukar, namun tidak bagi Dinda. Menurutnya hari ini akan menjadi hari terbaik kedua bila saja waktu itu penyakit Dina dapat disembuhkan. Namun lebih membahagiakan lagi mengetahui ia tak perlu berjuang melawan penyakitnya namun pada akhirnya akan kalah oleh penyakit itu juga, seperti Dina.
                Satu hal yang Dinda sadari, bahwa sebenarnya kebaikan dapat membuahkan kebahagiaan. Apalagi melihat orang lain bahagia karena kebaikan kita. Dan kebaikan sebaiknya dilakukan karena keikhlasan, bukan karena sesuatu imbalan. Maka hasilnya akan jauh lebih baik dari yg ia harapkan. Sampai jumpa di ruang kanker, Dinda. Tunggu aku menjengukmu sambil membawa balon ya.

TAMAT.

Untitled 2

Dinda tiba di rumah sore hari, sekitar pukul 3 sore. Ia pun langsung menuju lapangan yg berada di kompleknya. Hari ini ia ada jadwal mengajar.
                Dina dan Dinda mendirikan sebuah ‘sekolah’ gratis. Mungkin tak bisa dikatakan sekolah, karena suasana nya hanya seperti tempat bimbel. Muridnya sedikit, terdiri dari tiga kelas, yg setiap kelas terdapat 10 anak. Umur mereka bermacam-macam. Yg berumur 6-7 tahun berada dikelas  1, umur 8-9 berada di kelas 2, dan umur 10-11 berada di kelas 3. Dina dan Dinda dibantu oleh Aldi, teman sekolah mereka  yg kebetulan juga tinggal di komplek itu.
                Dina, Dinda, dan Aldi membangun 3 rumah kayu di lapangan itu untuk dijadikan kelas, ukurannya sangat kecil, mungkin seukuran kamar dinda. Kebetulan di komplek rumah Dinda terdapat dua lapangan, yg satunya masih baru, yg satunya lagi sudah tak terpakai, banyak ilalang liar dimana-mana. Dinda cs sengaja memakai lapangan lama yg penuh ilalang itu agar tak banyak orang menganggu ‘rumah’ kayu yg sangat rentan rubuh itu.
                Aldi, yg pandai matematika dan sepakbola itu diposisikan sebagai ‘guru’ matematika dan olahraga. Dinda sebagai ‘guru’ bahasa inggris dan bahasa Indonesia. Sedangkan Dina sebagai ‘guru’ ipa dan seni. Pelajaran yg mereka ajarkan juga tak seberapa berat, hanya intinya saja, yg penting mereka paham. Pelajaran olahraga pun hanya sekedar bermain sepakbola atau berlari-lari di lapangan. Terkesan sangat santai.
                Mereka bertiga menemukan ‘murid-murid’ itu di perkampungan belakang komplek. Iseng Dina dan Dinda bermain terlalu jauh hingga perkampungan itu. Mereka berdua menemukan banyak sekali anak-anak yg tak bersekolah pada hari itu. Hingga muncul ide membuat sekolah gratis dengan bantuan Aldi. Namun semenjak peninggalan Dina, Dinda dan Aldi jadi sulit mengajar. Beberapa hari setelah meninggalnya Dina, sekolah itu diliburkan, bahkan Dinda berniat membubarkannya saja, percuma pikirnya. Namun Aldi melarangnya, tanggung sudah sampai sini katanya.
                Jadi disinilah Dinda, di lapangan itu, siap mengajar sendirian. Ya, jadwalnya kembali diatur, kalau dulu jadwal mereka mengajar setiap hari, kini haru dibagi, seminggu dua kali, karena kekurangan satu guru. Senin-selasa giliran kelas 3, rabu-kamis giliran kelas 2, jumat-sabtu kelas 1, di hari minggu biasanya mereka berkumpul, seedar bermain sepakbola atau bernyanyi bersama dengan alunan gitar Aldi .Dinda dan Aldi pun membagi tugas. Dinda kini mendapat satu tugas mengajar ipa, sedangkan Aldi dibidang seni. Sudah  dua minggu setelah sepeninggal Dina, wajah murid-muridnya masih sangaaat murung. Dinda tau, mereka pasti merindukan Dina yg sangat lemah lembut. Begitupun Dinda.
                Di tengah-tengah mengajar, tiba-tiba saja kepala Dinda sangat sakit sekali. Perutnya juga mual seperti ingin muntah. Ia pun sengaja menghentikan kelas itu sebelum waktunya, untunglah anak-anak itu mengerti dan bahkan ingin mengantar Dinda ke rumah yg ditolaknya dengan halus. Tiba di rumah, ia langsung menggeletakkan badannya diatas sofa ruang tamu. Ia ingin istirahat yg sangat panjang.
* * *
                Dinda bangun dengan keadaan kepala yg masih terasa sakit. Meskipun tak sesakit saat ia mengajar. Dinda melirik kea rah jam dinding di ruang tamunya, menunjukkan pukul 10 malam. Sepertinya ia akan insomnia mala mini. Ia pun perlahan berjalan menuju dapur, berniat mengambil air putih. Ketika mamanya datang menghampirinya>
                “din, sudah bangun? Kepalanya masih sakit?”
                “mama kok belum tidur?” Tanya Dinda balik.
                “hah? Tidur? Mama sudah bangun lah,” jawab mama, yg membuat kening Dinda berkerut.
                “haha, mama tau, kamu pasti ngira sekarang jam 10 malam ya? Coba liat keluar deh,” lanjut mama.
                Dinda menurut, ia pun menuju keluar rumahnya dengan mulut ternganga, sekarang sudah pagi! Pagi di hari senin. Yang itu artinya ia membolos hari ini. Ia pun bergegas menuju dapur.
                “mama kok gak banguni aku sih? Aku kan harus sekolah ma. Udah telat banget lagi,” omel Dinda.
                “kamu bilang kepalamu sakit banget waktu mama bangunin tadi pagi jam 6. Yaudah mama biarin. Soalnya semalem Aldi juga ke rumah, dia mau lihat keadaan kamu, soalnya ada salah satu murid kamu ngadu ke Aldi katanya kemarin kamu pulang cepet pas ngajar soalnya sakit. Terus tadi pagi pas berangkat Aldi juga ngecek keadaan kamu, kamunya masih tidur pules banget. Dia malah takut kamu udah gak bernyawa. Haha Aldi khawatirnya lebay banget. Yaudah katanya nanti sepulang sekolah mau mampir lagi, ngecek keadaanmu,” jelas mama panjang lebar.
                “oooh. Eh tapi tadi pagi aku gak ngerasa bilang kalo kepalaku sakit deh. Kayaknya aku tuh tidur pules banget,”
                “ya namanya juga orang tidur pules, disiram air juga gak kerasa. Malah mama kira kamu pingsan loh. Soalnya pas malemnya mama bangunin kamu, mau nyuruh kamu pindah kamar tapi kamu gak gerak sama sekali. Eh pas mama kelitikn, kaki kamu gerak, yaudah deh mama biarin aja. “
                “jahat banget gak dipindahin ke kamar kek, kan pegel juga ini leher tidur di sofa selama 18 jam.”
                “kan mama gak kuat, mau nyuruh Aldi tapi bukan muhrim, yaudah mama biarin. Eh lama juga ya tidur kamu selama 18 jam. Kayak mati suri haha. Mimpi apa aja kamu?” Tanya mama sambil bercanda.
                “mimpi punya orangtua yg tega sama anaknya.” Jawab dinda yg langsung melengos menuju kamar. Ia buru-buru mengcharge handphonenya yg sudah lowbat sejak tadi maalam. Ada beberapa notif bbm dari teman-temannya dan miscall dari Aldi. Tapi ia biarkan, ia merasa sangat bau. Ia pun menuju ke kamar mandi. Tapi betapa kagetnya dia ketika menyadari darah mengecer dari hidungnya seiring a berjalan menuju kamar mandi….
* * *
                Dinda mengurungkan niatnya untuk mandi. Ia terlalu takut menyentuh air itu. Dinda masih shock dengan darah yg deras mengalir di hidungnya, sekarang pun masih ada sisa-sisa tetesan itu. Dinda masih menghadapkan wajahnya ke langit-langit kamar, mengusahakan agar darah tak lagi mengalir. Tangannya mencoba menggapai tisu yg ada di meja belajar samping tempat tidurnya. Ia mengelap hidungnya dengan tisu dan kembali menghadapkan wajahnya ke depan setelah di rasa darah dari hidungnye berhenti mengalir. Kemudian ia membersihkan darah mimisannya yg masih tercecer di lantai. Tak ada seorangpun yg boleh tau masalah ini. Juga aldi atau mamanya.
                Ia masih belum berani keluar dari kamar. Menuju rumah sakit pun ia belum berani. Ia takut wajah pucatnya itu kentara di mata mama. Ia pun memutuskan untuk tidur-tiduran saja di kamar.
                  Hingga sore hari, Dinda masih tetap tak keluar kamar. Meskipun Aldi telah menunggunya di bawah. Dinda takut Aldi mengetahuinya kalo Dinda sedang sakit, yg cirri-cirinya seperti Dina alami. Mama kembali mengetuk pintun kamar Dinda, “dinda ayo, itu Aldi kasian nunggu di bawah”. Dengan enggan, Dinda pun menuruni tempat tidurnya dan membuka pintu kamarnya.
                “iya ma”
                “lama banget sih, kan kasian Aldinya.” Mama menuruni tangga yg disusul oleh Dinds. Tiba di ruang tamu, Dinda melihat Aldi masih dengan seragam sekolahnya duduk selonjoran, namun segera bangkit duduk tegak ketika melihat Dinda datang.
                “din, kamu lama banget sih. Ngapain aja di kamar? Bertelur? Haha. Kamu masih sakit? Pucet banget itu muka. Pasti deh belum mandi. Gimana ceritanya itu bisa pusing? Aku liat kamu banyak kegiatan akhir-akhir ini. Setiap ngajar pasti masih pake seragam. Emang biasanya sepulang sekolah gak langsung pulang ya? Pantesan deh pusing sampek tidur selama 18 jam. Aku kira kamu mati loh. Ohiya tadi di sekolah tuh blab la bla…” aldi masih dengan semangatnya mengoceh panjang lebar tanpa member waktu Dinda untuk meenjawab semua pertanyaannya.
                “kamu cerewet banget sih. Aku belum jawab, udah nyerocos mulu. Pake miscall sama ngebom ping lagi. Ngapain sih. Aku masih hidup, emang kamu lebay hi.”
                “ya kan aku khawatir, wajar kali. Kamu aku bbm gak di read, aku telfon juga gak diangkat, yaudah aku ke rumahmu tadi malem. Pas pagi ke rumahmu lagi, eh kamu masih tidur. Aku kira sekarang juga masih tidur.”
                “kamu gak ngajar? Udah jam 3 loh. Entar telat.”
                “enggak, kemarin aku udah bilang ke anak-anak kalo hari ini libur. Mereka ngertilah, kamu kan masih sakit.”
                “yang sakit kan aku, ini kan jadwal ngajar kamu. Ngapain libur alasan aku sakit.”
                “anak-anak ngerti kali, kalo kamu sakit, aku pasti jenguk.”
                “coba tau tadi aku gak usah turun nemuin kamu biar kamu pulang ngajar aja.”
                “segitunya sih, kamu ngusir aku Din? masih untung juga aku jenguk.n  Again percuma kali, aku ke lapangan anak-anaknya gak ada.”
                “serah kamu deh. Terus mau ngapain disini?”
                “mau interogasi kamu. Kamu kok bisa pusing?”
                “kecapekan mungkin. Tau deh, tiba-tiba aja pengen tidur panjang.”
                “hus, mati dong. Masa iya aku ngajar sendirian. Makin suram dong tuh sekolah.”
                Dan bisa dipastikan percakapan selanjutnya antara Dinda dan Aldi hanyalah percakapan basa-basi dan bercandaan biasa.
* * *
                Besoknya, pulang sekolah, Dinda sengaja tak langsung pulang, ia akan ke rumah sakit. Berniat memeriksakan tentang sakit kepalanya dan mimisannya kemarin. Hari ini jadwal mengajarnya pun telah digantikan oleh Aldi. Dengan segenap keberanian, ia mencoba melangkahkan kakinya memasuki ruang periksa. Selama di periksa, ia sangat berdoa agar tak terjadi apa-apa. Entah apa yang terjadi dengan tubuhnya, yg pasti kata dokter hasil pemeriksaan akan dilihat besok. Karena tak tanggung-tanggung, Dinda langsung memeriksakan dirinya ke spesialis kanker. Ia benar-benar takut ciri-ciri itu adalah cirri-ciri kanker. Hasil diagnosanya bisa dinda terim di rumah sakit dua hari lagi.
                Selama menunggu hasil diagnosanya, Dinda tak henti-hentinya berdoa. Ia sangat takut. Meski amalan pahalanya menurutnya cukup untuk bekalnya kelak, namun siapapun takut mati. Hari demi hari ia lewati dengan hati deg-degan, entah kenapa ia malah takut terkena penyakit jantung….
                Dua hari berlalu, saatnya dinda untuk kembali ke rumah sakit, mengambil hasil diagnose nya. Ia terus berdoa sepanjang jalan. Sama seperti menunggu hasil UN saja pikirnya. Dokter memberikan sebuah hasil ronsen di kepala Dinda. Dinda mengernyitkan keningnya, ia tak tahu apa arti ambar itu.

                “ini maksudnya gimana dok?” Tanya dinda.
                “itu ada benjolan di bagian otakmu. Itu adalah kanker yg sudah merajalela di seluruh otakmu. Kau terlambat menyadarinya. Agak susah menyembuhkannya. Karena kanker itu sudah stadium 3,” jelas dokter yg membuat Dinda mengangakan mulutknya.
                “tapi dok, baru kemarin saya mengalami pusing dan mimisan. Masa’ secepat itu? Gak mungkin…”
                “mungkin sejak kemarin-kemarin kamu mengalami pusing itu, tapi puncaknya adalah kemarin. Dan kamu baru menyadarinya. Pergerakan kanker memang sangat cepat. Menanganinya pun harus cepat. Saya juga bingung kenapa kamu kesini sendiri tanpa orangtuamu. Apa mereka sudah meninggal karena kanker juga?? Lalu menurun kepadamu?”
                “enggak enggak, orangtua saya masih utuh. Saya sengaja tak ingin memberitahu mereka. Saya gak mau bikin mereka kecewa.”
                “tapi harus ada tindakan lanjut dari penyakitmu ini. Caranya hanya satu, yaitu operasi. Tapi kau harus merelakan kecacatan dalam sebagian wajahmu. Kecuali kau mau memakai cara yg lain.”
                “operasi? Gak mungkin. Apa cara lain itu?”

                “kemoterapi…”

Untitled 1

Dinda merenung di kamarnya.Entah sudah berapa tetes airmata membasahi bantal tidurnya.Entah sudah berapa helai tissue yang berserakan di bawah tempat tidurnya. Dan, entah sudah berapa lama ia melamun dan merenung di dalam kamarnya.
                Rentetan kejadian tadi siang masih terngiang di kepalanya.Rumah sakit, pemakaman, dan rumah, silih berganti di otaknya.Dinda, yang masih mengenakan baju hitamnya kembali meneteskan airmata.Ia masih tak percaya, bahwa sahabatnya akan begitu cepat meninggalkannya. Beribu kejadian yang telah ia buat, kini hanya menjadi buih-buih kenangan.
                Dinda kini merasa sendiri, merasa tak memiliki siapa-siapa.Rasa kehilangan masih menghinggap di hatinya.Mungkin bukan hanya Dinda yang merasakan, tapi semua orang juga.Dina maulina, sahabat karibnya sejak SMP hingga menjejak ke jenjang SMA, kini meninggalkannya untuk selama-lamanya.Dina yang memiliki kanker otak stadium 2 itu semakin parah.Beberapa minggu sebelum dia meninggal, darah terus mengucur dari hidungnya.Kepala pening terus melandanya.Namun, Dina tak mau menyerah.Ia terus berusaha melawan penyakitnya itu. Namun apadaya, Tuhan berkehendak lain. Mungkin benar kata orang-orang, orang yang baik itu biasanya nyawanya diambil lebih dulu.Dan kini itu semua terjadi pada Dina.
                Dina maulina, atau yang akrab dipanggil Dina adalah cewek cantik, sangat pintar, dan memiliki hati yang sangat mulia.Dina dan Dinda bersahabat sejak mereka masih berada di bangku SMP. Meskipun nama mereka hanya berbeda satu huruf, namun sifat mereka berbanding terbalik 360 derajat. Dinda maulinda adalah cewek tomboy, ugal-ugal an, otak pas-pas an, dan sangat cuek. Namun yang namanya persahabatan itu adalah saling mengisi satu sama lain. Disaat Dinda sedang marah, Dina selalu menjadi air penyejuk hatinya.Disaat Dina sedang diganggu oleh pria, Dinda selalu ada untuk menjadi tamengnya.Persahabatan mereka begitu sempurna. Namun kini semuanya hanya akan menjadi kenangan yang takkan terlupakan oleh Dinda.
                Ketika tadi berkunjung di rumah Dina, Dinda menemukan buku harian di tas Dina yang ia bawa dari rumah sakit. “Mungkin itu punya Dina,” pikir Dinda lalu memasukkan buku itu ke dalam tas nya. Masih dengan linangan air mata, Dinda meraih tasnya lalu mengambil buku harian itu.Ia membuka lembaran pertama, ada nama Dina Maulina tertera di sana. “ternyata benar, ini milik Dina,” batin Dinda dalam hati. Lalu ia membuka lembaran kedua dalam buku harian itu. Karena mata yang dipenuhi oleh airmata, Dinda tak melihat jelas tulisan-tulisan yang Dina tulis. Dari sekilas yang ia baca dari halaman ke halaman, buku harian itu berisi kejadian-kejadian yang ia alami saat hidup. Karena lelah menangis, Dinda meletakkan buku harian Dina di atas mejanya, dan bergegas tidur masih dengan mengenakan baju hitamnya. “aku lanjutkan esok saja membacanya, di sekolah,” pikir Dinda seraya menarik selimutnya dan memejamkan mata.
* * *
                Setelah bersiap-siap, Dinda dan mata sembabnya turun untuk sarapan.Mama yang ada di dapur memerhatikan wajah Dinda.Pucat.Pasi.
                “Dinda, nak, kamu yakin bisa bersekolah?” Tanya mama dengan sedikit khawatir.
                “iya ma, Dinda bisa kok. Masalah yang kemarin yaudah yang kemarin.Dinda harus tetep semangat sekolah, meskipun tanpa…” dinda sengaja menggantungkan kalimatnya. Terasa perih jika ia harus melanjutkan nama itu.
                “iya mama ngerti kok. Yaudah kalo gitu sarapan dulu ya, nanti biar kakakmu yang nganter ke sekolah.”
                “oke,” jawab Dinda seraya mencomot sehelai roti yang telah diolesi selai jeruk.
                Tiba di sekolah, semua anak memerhatikan Dinda.Lebih tepatnya mata Dinda yang sangat kelihatan sembab, akibat menangis semalam. Di kelas pun begitu, anak-anak bergerombolan mengerumuni Dinda. Sebagian anak-anak bertanya tentang Dina, sedangkan sebagian anak-anak yang mengerti kronologi meninggalnya Dina malah bertanya tentang mata Dinda yang sembab.Dinda menjawab pertanyaan mereka walaupun tidak sedetail mungkin. Dinda tak mau berlama-lama mebahas tentang Dina, yang akan membuatnya kembali menangis.
                Istirahat tiba, Dinda sengaja menjauh dari teman-teman kelasnya.Ia memilih untuk beristirahat di pohon belakang sekolah yang lumayan sepi. Ia kembali membuka buku harian Dina dan membacanya dengan detail.
                “10 February 2010. Hari yang menyenangkan, menghabiskan waktu bersenang-senang dengan anak jalanan yang tinggal di bawah jembatan, dengan sedikit memberi uang untuk mereka makan.Ternyata mereka tak seburuk orang-orang bilang. Anak bawah jembatan tidak semua berandalan, buktinya mereka semua baik kepadaku…”
                Dinda menutup buku harian itu, lalu bergegas menuju kelas. Tiba-tiba ia memiliki ide yg sangat cemerlang. Ya, Dinda memiliki cara untuk tetap merasa dekat dengan Dina.
* * *
                Pulang sekolah, Dinda tak langsung menuju rumahnya.Ia memiliki satu rencana yang harus ia laksanakan. Ia bergegas menuju kuburan dimana Dina dimakamkan disitu. Tiba di gundukan tanah dengan nisan yang bertuliskan nama Dina itu, Dinda jongkok di sampingnya. Sambil mengelus batu nisan itu, Dinda berkata, “sorry, Din, aku udah lancang ngambil diary kamu. aku cuman pengen kita tetep ngerasa deket meskipun sekarang kita ada di dunia yang berbeda aku tetep sayang kamu kayak sayang sama sodaraku sendiri. Semenjak kamu pergi, hidupku tuh sepi banget Din. Gak ada lagi julukan cewek kembar beda muka. Gak ada lagi ejekan cewek lesbi, meskipun aku benci banget ejekan itu.Gak ada lagi yang ngajarin aku belajar, gak ada yang nenangin atiku pas lagi emosi. Semuanya bakal beda Din. Kalo kayak gini, mending kita musuhan aja daripada beda dunia. Tuhan lebih sayang kamu deh kayaknya, makanya kamu lebih dulu pergi daripada orang-orang tua di luar sana. Semua orang kangen kamu, terutama aku. kamu yang tenang ya di sana, sering-sering juga maen ke rumahku, tapi jangan bikin kaget ya, hehe..” ucap dinda sambil sesekali menyeka airmatanya. Puas berkangen-ria dengan makam Dina, Dinda langsung menuju ke tempat kejadian berlangsung.
                Bawah jembatan itu ramai oleh ibu-ibu dan beberapa anak kecil. Dinda, dengan hati yang berdebar-debar menghampiri orang-orang itu. Ia memanggil anak kecil perempuan yang berdiri tak jauh darinya. Ia menyuruh anak itu memanggil teman-teman sebayanya. Anak kecil itu langsung menjerit dan memanggil teman-temannya.Segerombolan anak kecil itu kini mengelilingi Dinda.Dengan gelagapan, Dinda membagikan selembaran uang sepuluh ribu kepada anak-anak kecil itu.Awalnya semua kegiatan itu lancar, namun sepeninggal anak-anak kecil tadi, tiba-tiba semua ibu-ibu dan bapak-bapak menghampirinya dan mengantri meminta uang. Dinda gelagapan, uang yang ia bawa adalah untuk anak-anak kecil. Ibu-ibu dan bapak-bapak itu tak termasuk hitungan.Dinda berusaha menolak orang-orang tua itu dengan halus.
                “maaf pak, bu, uang ini buat anak-anak kecil.”
                “saya dulu juga pernah kecil kok,” jawab salah satu dari ibu-ibu itu.
                “tapi uang ini untuk anak yatim, bu,” elak Dinda yang mulai gemas.
                “bapak saya baru meninggal kemarin neng,” ibu yang lain kembali menjawab. Dengan terpaksa, Dinda membagikan sebagian dari uang itu kepada orang-orang tua. Setelah antrian habis, ibu yang tadi berkata bahwa ia adalah yatim berkata, “doakan bapak saya meninggal ya, biar besok eneng bisa datang lagi ke sini, bagi-bagi duit.” Setelah berkata begitu, ibu itu tanpa dosa langsung pergi meninggalkan Dinda.Dinda hanya bisa mengelus dada sambil berkata sabar berulang kali dalam hati.Setidaknya satu kebaikan telah terlaksana.
* * *
Pulang dari bawah jembatan itu, Dinda langsung melepas pakaiannya dan bergegas mandi, bau badannya sudah sangat menyengat.Usai mandi dan berganti pakaian, Dinda kembali membuka buku harian Dina. Dinda tak membaca semua tulisan di  buku itu, ia hanya mengambil beberapa kutipan kebaikan yang Dina lakukan untuk kembali Dinda lakukan agar merasa dekat dengan Dina.
“14 February 2010. Selamat hari valentine! Baru pulang dari panti asuhan, bagi-bagiin coklat buat anak-anak itu. Senengnya bisa ngeliat mereka seneng, meskipun cuman ngasih sebatang coklat hehe…”
Dinda kembali tersenyum. Dia tahu apa yang akan dia lakukan esok.
* * *
Seperti biasa, pulang sekolah Dinda tak langsung menuju rumahnya.Dia menuju ke sebuah supermarket terdekat dan membeli coklat sebanyak mungkin.Ia kemarin telah menelpon panti asuhan yang dulu pernah didatangi oleh Dina. Tentu saja bukan dari buku harian itu ia mendapatkan nomer telpon panti asuhan, tetapi dengan sedikit kepintaran otaknya untuk melacak. Setelah memasukkan coklat-coklat itu ke dalam bagasi motornya, Dinda langsung tancap gas menuju panti asuhan.
Tiba di depan bangunan jaman dulu yang lumayan besar, Dinda memencet bel yang berada di samping pagar panti asuhan itu. Tak lama, wanita baya berjilbab keluar dan membukakan pintu untuk Dinda.
“Sore, bu,” sapa Dinda sopan.
“iya sore, ada apa ya nak?” Tanya ibu itu.
“saya mau ketemu anak-anak panti ini bu, mau ngasih sedikit makanan ringan,”
“oh iya iya, mari masuk. Kebetulan anak-anak sudah pada bangun, mungkin masih mandi,” kata ibu itu sambil mempersilahkan Dinda masuk.Panti itu memiliki halaman yang lumayan besar, mungkin dengan maksud untuk memudahkan anak-anak bermain, jadi tak perlu sampai keluar panti. Benar saja, di dalam panti itu masih banyak beberapa perabotan jaman dulu, contohnya kursi goyang, guci jaman dulu, replica pistol besar, dan beberapa benda lain.
Setelh mempersilahkan Dinda duduk, Ibu yang tadi membukakannya pintu, masuk untuk memanggil anak-anak.Tak lama, wajah lucu anak-anak itu muncul.Spontan Dinda langsung berdiri untuk menyambut anak-anak itu. Setelah memperkenalkan diri, Dinda langsung membagikan coklat yang ia bawa. Syukurlah coklat itu ternyata cukup untuk anak-anak panti itu. Benar kata Dina, membagi kebahagiaan bersama orang lain itu menyenangkan. Kini, Dinda sendiri yang merasakannya.
Usai bergurau dan mengucapkan terima kasih pada pengasuh panti asuhan itu, Dinda pamit untuk pulang.Sepanjang perjalanan, senyum tak pernah hilang dari wajahnya. Dan ia siap untuk kembali melakukan kebaikan.
* * *
                Hari ini hari minggu, jadi Dinda tak perlu menunggu waktu pulang sekolah untuk kembali melakukan kebaikan.Hari ini adalah jadwal Dinda ke rumah sakit, lebih tepatnya ke ruang yang khusus untuk orang yang terkena penyakit kanker seperti Dina.Ketika Dinda membaca lembaran kebaikan Dina selanjutnya, Dinda tau bahwa tempat yang dimaksud oleh Dina adalah rumah sakit tempatnya dulu dirawat, juga tempat dimana nyawanya direnggut. Ketika masih hidup Dina pernah meminta Dinda untuk menemaninya ke suatu tempat yang ternyata adalah rumah sakit.Dina tak mengizinkan Dinda untuk ikut masuk. Dan sekarang Dinda tau apa yang dilakukan Dina waktu itu. Dina ingin agar Dinda tak mengetahui niat baiknya.Namun kini semua terbongkar melalui buku harian Dina.
                 Dinda menyusuri koridor rumah sakit sambil celingak celinguk mencari papan nama yg bertuliskan ruang khusus penyakit kanker. Lelah berjalan, Dinda memutuskan untuk bertanya pada receptionis. “lurus aja mbak, nanti belok kiri, sebelahnya kamar mayat, nah itu ruangannya,” jawab receptionis itu. Setelah berterima kasih, Dinda pun langsung menuju ke ruang yang dimaksud.
                Pelan-pelan, Dinda membuka pintu itu. Di dalam sana banyak terdapat orang-orang yang mungkin sebayanya, ada juga orang sudah sangat tua, bahkan anak kecil pun juga ada. Bukan, itu bukan tempat mereka tidur, tapi itu adalah tempat mereka bermain atau sekedar berbicara pada orang senasibnya.Beberapa dari mereka ada yang kepalanya telah botak, ada juga beberapa yang rambutnya tipis, mungkin akibat rontok. Hari in jadwalnya untuk bernyanyi didepan mereka semua dan membagikan beberapa balon. Karna memang telah terbukti bahwa balon dan music dapat mengembalikan mood. Tadi Dinda sempat bertemu dengan dokter yg dulu menangani Dina saat masih hidup untuk meminta izin menghibur orang-orang yg terkena penyakit kanker seperti Dina. Dokter itu tentu saja mengiznkanya. Dokter itu masih mengenali Dinda, karena Dinda lah satu-satunya orang yg sempat-sempatnya membacakan pelajaran yg diajarkan hari itu kepada Dina ketika Dina dalam keadaan koma. Waktu itu Dinda beranggapan bahwa orang koma itu sebenarnya dapat melihat apa yg kita lakukan, mendengar apa yg kita bicarakan, karena hanya tubuhnya lah yg tergolek lemah, namun roh nya berada di sekitar kita.
                Dinda masu ke dalam ruangan khusus penderita kanker dengan gugup mesipun ia ditemani oleh suster. Tak ada yg memperhatikan Dinda. Dan seketika rasa gugup Dinda berubah menjadi iba. Betapa merananya mereka. Di balik senyum dan tawa merekaa, ada ketakutan yg sangat mendalam, takut meninggal mungkin, entahlah.
                Dindapun mendekati seorang nenek tak seberapa tua, dengan rambut gundulnya. Ia menyapa nenek tua itu dengan senyum yg sangat dipaksakan, bagaimana mungkin ia dapat tersenyum di tengah orang-orang yg menderita seperti itu. namun ia tetap menahan tangisnya, ia mengingat kata dokter ketika Dina masih hidup, bahwa sesungguhnya para pengidap kanker tak butuh airmata kasihan kita, ia tak suka dikasihani, ia hanya ingin kita mengerti yg mereka rasakan, karna setiap orang ingin dimenerti, pun mereka para pengidap kanker itu.
                “apa kabar nek?” tanya Dinda basa-basi. Yg ditanya hanya tersenyum sambil melihat kea rah luar jendela. Nenek itu duduk diatas kursi rodanya dengan suster yg mengawasi nenek itu.
                “nenek mau balon? Nih aku punya balon banyak. Nenek mau warna apa?” tanya Dinda lagi. Nenek itu memerhatikan Dinda, kemudian mengangguk. Dinda pun memberikan balon warna kuning yg sedari tadi digenggamnya.
                “terimakasih, nak,” ujar nenek itu.
                “nyanyi yuk nek, nenek kuat nyanyi kan? Kita nyanyi balonku sama-sama,” lagi-lagi nenek itu mengangguk dan menyiapkan tangannya untuk bertepuk tangan mengiringi lagu.
                Dinda pun meminta suster yg menemaninya tadi untuk membagikan balon kepada semua pasien di dalam ruangan itu. setelah semua memegang satu balon dalam genggaman masing-masing, perlahan Dinda melantunkan lagu balonku, awalnya hanya suaranya saja yg terdengar, naun sayup-sayup terdengar suster yg masing-masing menemani pasien mereka ikut bernyanyi, semua pasien ikut bertepuk tangan seperti yg nenek lakukan lalu ikut menyanyi pula. Kini dalam satu ruangan itu ikut bernyanyi balonku bersama. Air mata yg tak bisa dibendung itu menetes. Betapa terharunya Dinda melihat kebersamaan mereka. Ia pun memeluk seorang anak kecil yg sedang bermain boneka di atas karpet lalu memangkunya, dan terus mengulang lagu balonku hingga waktu mereka istirahat habis.
                Sebelum semua pasien kembali ke kamar masing-masing, tanpa di duga nenek itu menghampiri Dinda yg masih memangku anak kecil, lalu memeluknya sangat erat. Lalu seketika semua pasien itu ikut memeluk Dinda. ‘Oh Tuhan, andai waktu dapat terhenti, biarkan aku dalam kedaan seperti ini, dalam dekapan erat mereka,’ do’a Dinda sambil meneteskan air mata
                Keluar dari ruangan itu, Dinda mendapati dokter berdiri di samping pintu.

                “sungguh, sifatmu dan sifat Dina sangatlah mirip. Saya benar-benar terharu melihat kejadian tadi. Sama seperti ketika aku melihat Dina melakukannya pada pasien yg serupa oleh Dina waktu itu. semoga saja nasib hidupmu tak semalang Dina ya,” kata doter itu sambil menepuk pundak Dinda lalu kembali pergi. Dinda berdiri terdiam, merenungi kata-kata dokter yg terakhir, tentang  “nasib hidup semalang Dina”. Namun lekas-lekas Dinda menghapus pikiran buruk itu dan bergegas pulang.

cerpen lama-____-

Assalamu'alaikum...

tanggal 10-10-2013 nih. Dua bulan, ya, aku gak buka blog. Mau buka juga percuma sih, gak ada perkembangan sama penayangannya. :')

ciye yang pernah janji ngeshare cerbung ciye. *ngomong sama cermin*

sebelumnya, dengan amat sangat, Firda mau mohon maaf banget udah menunda ngeshare cerbungnya. jadi gini, karena waktu itu pas banget bulan ramadhan, terus sibuk ngurus MOS (masa orientasi siswa), terus mudik juga, daaan everybody know lah, di desa itu sinyalnya mahal, wifi susah dimana-mana. yaudah deh, ngepostnya ditunda terus. pas selesai mudik, sibuk sama sekolah baru, banyak tugas, ngeributin kurikulum baru, temen baru, lingkungan baru, guru baru, statusnya aja yang lama *eh. dan sesuatu yang baru itu butuh penyesuain guys, nah jadi ngelupain blog dan cerbung deh.

ini aja keingetnya sekarang dalam kondisi lagi ngerjain tugas juga, huft.

oke, karena ceritanya panjang, gak pake banget, aku post di postingan selanjutnya ya. malam ini juga kok. cekidooot....

wassalamu'alaikum.

Senin, 08 Juli 2013

cerpen baru!

assalamualaikum.

menjelang dua hari sebelum ramadhan nih. mohon maaf yg banyak ya kalau punya salah yg sengaja ataupun tidak, yg kentara ataupun tidak. mau ngewakilin dari keluarga juga.

ohiya berita bagus, cerpen aku yg pertama udah kelar yeey! oke ini udah telat banget, soalnya aku juga udah terlanjur janji mau ngeshare dari bulan-bulan yg lalu, tapi belum juga ngeshare.butuh perjuangan dan nyali guys buat bikin cerpen. gak asal ngetik jadi. apalagi ngontrol rasa malesnya buat ngetik tuh. jangankan ngetik, buka laptop aja masih sering males. ada aja yg ngehalangin. pernah ngalamin gak sih, udah mau buka laptop tiba-tiba kepikiran buat makan dulu di depan tv, baru deh buka laptop. eh yg ada malah keasikanmakan sama nontonnya. kadang juga mau buka laptop, di sruh mama nganterin makanan ke rumah tetangga, ntar malah jadi keasikan nimbrungin anak tetangga yg ganteng *eh.

dan setelah melewati semua rintangan itu, akhirnya cerpen aku jadi! *jengjeng* well ya mungkin masih ada yg gak rapi tulisannya, bahasanya acakadut, namanya juga baru belajar. tapi aku udah nyiapin konsep yg bagus buat cerpen aku ini.

bukan tentang cinta memang, because life is not about heart melulu. lagian mainstream banget sih cinta-cintaan mulu. cerpennya lebih ke kebaikan kali ya. kebetulan banget bentar lagi memasuki bulan suci ramadhan. bakal aku share di post-an aku setelah ini ya. soalnya masih bingung juga mau ngasih judul apa. well, cerpen aku ini panjang banget, maybe isnt cerpen, but cerbung. soalnya mau dijadiin novel juga kependekan.

oke cuman itu aja sih pemberitahuannya. makasih buat yg udah baca.

wassalamualaikum.

Minggu, 16 Desember 2012

Merry Birthday (08-12-12) part IV

to be continued...

puas bersenang-senang di dalam ruangan karaoke, kami kembali menyusuri stingers, mencari wahana baru untuk dikunjungi. dan memilih untuk bermain ke wahana bom-bom car. aku, ima dan adiknya, dina, risma, merry dan pacarnya, berbondong-bondong menaiki wahana tersebut. setelah memilih 'mobil' mana yg mau dinaiki, kami semua mengenakan selt belt dan siap meluncur dengan 'mobil'nya masing-masing. karena bawah 'mobil' itu terbuat dari ban karet, kami pun dengan santai menabrakkan 'mobil' kami dengan 'mobil' org lain, setelah terjadi pertabrakan, kami malah tertawa-tawa. lalu dengan sengaja membuat kemacetan di tengah-tengah area wahana bom-bom car tersebut. saat waktu permainan bom-bom car tersebut habis, 'mobil' kami pun otomatis terhenti. kami semua mengeluh, masih ingin bermain. tapi tetap harus beranjak dari tempat.

puas bermain, kami beranjak dari stingers, ingin berjalan-jalan menyusuri TP. tujuan kami setelah keluar dari stingers adalah membeli jus strawberry yg menurut ima, sangat enak. sambil menunggu antri yg panjang, kami kembali memutuskan untuk berfoto-foto di tengah-tengah keramaian orang mengantri dan lalu lalang, tapi kami mengabaikannya.
keren ya..
setelah membeli minum dan duduk-duduk di foodcourt sebentar, kami kembali menuju ke stingers untuk mencari merry, adiknya, dan pacarnya yg menghilang setelah keluar dari wahana bom-bom car. setelah bertemu dengan merry cs, mereka bilang memutuskan untuk berpisah, karena teman merry yg lain datang. aku, dina, risma, ima, mamanya, dan adiknya memutuskan untuk naik ke lantai 7, lantai paling atas, yg konon katanya bagus untuk dijadikan tempat foto-foto.
you see? so beautiful right?
baru mengambil beberapa jepret, salah satu penjaga menghampiri kami. "maaf, gak bisa foto di sini bila belum ada izin" kata penjaga itu. kami pun beranjak dari tempat itu. namun, masih sempat-sempatnya untuk mengambil foto disaat-saat kami sedang diusir seperti itu.
keren ya..
usai mengambil beberapa foto sambil diam-diam. kami pun beranjak turun untuk bergabung bersama teman-teman merry. namun yg terjadi adalah, kami malah kembali ke tempat karaoke. kali ini hanya menyanyikan 2 lagu yg terdiri dari lagu butiran debu-nya rumor dan part of me-nya katy perri. usai puas bernyanyi, kami menemui merry dan teman-temannya. bersalaman, berkenalan, senyum ramah, foto-foto, setelah semua itu berlalu, aku, dina, dan risma memutuskan untuk pulang mengingat bahwa jam sudah menunjukkan pukul 6 sore. setelah berpamitan dan mengucapkan terimakasih, kami bertiga langsung melesat mencari taxi.

but, over all, aku bener-bener seneeeng banget. you know guys, aku bisa tertawa puas kayak gitu cuman sama ima, dina, risma, dan merry doang. thanks guys, laflaflaf:-----***

Merry Birthday (08-12-12) part III

to be continued...

turun dari wahan galleon, masih dengan kepala yg berputar, kami berjalan menyusuri stingers dengan cerita dan tawa ceria. wahana selanjutnya yg kami pilih adalah karaoke. setelah merampas beberapa koin dari pacar merry yg baru saja membeli koin, kami pun beranjak ke tempat karaoke. aku dan risma langsung merampas 2 mic yg bertengger di samping meja yg atasnya terletak televisi yg biasa terderet lirik lagu yg kami nyanyikan. sedangkan ima dan dina membolak-balik buku daftar lagu, memilih lagu yg pas. merry? jangan tanya dia, dia sedang asyik dengan pacarnya.
badan besar ima menutupiku-_-

"a thousand years!" pekikku sambil menunjuk judul lagu yg sudah tak asing di telinga orang-orang. anak-anak mengangguk. dan satu lagu telah dipilih. ima memasukkan 3 koin untuk satu lagu, sedangkan aku menekan tombol kode lagu. sebelum lagu a thousand years itu melantunkan liriknya, aku dan risma, penguasa mic itu mengambil ancang-ancang untuk berpose, dan, klik.
muka-muka calon penyanyi
setelah menekan tombol enter, lantunan lagu a thousand years pun mengalun. dan kegalauan pun memenuhi ruangan. lagu a thousand years habis, kami semua menghela nafas. lalu kembali memilih lagu. aku menunjuk satu judul lagu, lagu galau. anak-anak langsung melotot padaku, "fir, lo galau? daritadi milih lagunya galau mulu. kita nih mau seneng-seneng, udah deh," kata ima. aku pun mengalah, aku gak boleh mengganggu kebahagiaan hari ini. dan lagu kedua yg kami pilih pun jatuh pada lagu price tag dari jessie j. setelah memasukkan 3 koin lagi, kami menekan kode lagu dan menekan tombol enter. aku menyerahkan mic ku pada ima yg langsung bernyanyi seperti cacing kepanasan. risma dan aku kembali bersiap-siap untuk berpose. dan, klik.
agak lebur karna kebanyakan goyang._.
di tengah-tengah lagu price tag berlantun, merry datang ikut bergabung. kami pun berencana untuk membuat video agar bisa dikenang. setiap lagu yg kami nyanyikan, sudah terekam dalam video. mulai dari lagu price tag, call me maybe, sampai lagu lazy song. dalam video itu, tawa tak pernah lepas dari bibir kami. benar-benar merasakan kebahagiaan yg memuncak.

continued...